Naik jabatan atau dipercaya jadi pemimpin tim pasti menyenangkan. Tapi, gimana kalau timnya adalah teman-teman sendiri? Yang dulunya ngobrol santai di jam makan siang, sekarang harus kamu arahkan dan, kadang-kadang, kamu tegur. Hmm… akrabnya masih bisa dijaga gak, ya?
Dulu Sejajar, Sekarang Beda Peran
Banyak orang ngerasa canggung ketika posisi berubah. Wajar banget, kok. Hubungan yang tadinya setara sekarang jadi agak timpang karena kamu punya tanggung jawab lebih besar. Mungkin kamu takut dibilang “sok bossy” atau malah bingung kapan harus tegas tanpa bikin suasana jadi gak enak.
Teman-teman kamu juga bisa merasakan perubahan. Yang biasanya curhat soal kerjaan, sekarang bisa jadi mikir dua kali karena kamu “pemimpin” Atau malah ada yang berpikir, “Lah, dia baru kemarin kerja bareng, kok sekarang ngatur-ngatur?”
Tantangan yang Gak Terlihat Tapi Nyata
Masalahnya bukan cuma di posisi, tapi di transisi peran. Kadang kamu merasa harus jaga jarak supaya dihormati, tapi juga gak enak hati karena takut dicap gak asik lagi. Di sisi lain, kalau kamu terlalu longgar, bisa-bisa keputusan kamu gak dianggap serius. Serba salah? Iya. Tapi bisa diatur, kok!
Penelitian dari Harvard Business Review menyebutkan bahwa pemimpin yang dulunya satu level dengan tim, cenderung menghadapi tantangan dalam menetapkan batas antara hubungan personal dan profesional. Tapi kabar baiknya, pemimpin yang berhasil melewati fase ini justru punya tingkat kepercayaan yang tinggi dari tim karena dianggap “paham di lapangan” (Gallo, 2012).
Tips Supaya Tetap Akrab tapi Profesional
Nah, biar gak kehilangan momen akrab tapi juga gak kehilangan wibawa, ini beberapa hal yang bisa kamu coba:
1. Ngobrolin Transisi Ini Secara Terbuka
Nggak usah jaim. Ajak ngobrol teman-teman kamu, ceritain kalau kamu tetap ingin kerja bareng mereka dengan nyaman. Tapi kamu juga minta pengertian bahwa kadang kamu harus ambil keputusan yang gak selalu menyenangkan.
2. Bikin Batas yang Sehat
Tetap nongkrong boleh, tapi ada kalanya kamu perlu bilang “no” untuk obrolan gosip kantor atau candaan yang bisa mengganggu objektivitas. Ini bukan soal berubah, tapi soal menyesuaikan diri dengan tanggung jawab baru.
3. Libatkan Mereka dalam Keputusan
Jangan langsung berubah jadi atasan yang “ngatur-ngatur.” Justru karena kamu teman, kamu punya keuntungan: kamu tahu gaya mereka, kamu tahu cara pendekatannya. Gunakan itu untuk bikin keputusan bareng-bareng. Biar mereka merasa tetap dihargai.
4. Tegas = Peduli
Tegur atau beri evaluasi bukan berarti kamu jadi galak. Justru, ngasih feedback yang jujur, artinya kamu nunjukkin rasa peduli supaya semua bisa berkembang bareng.
Kamu gak perlu berubah jadi orang lain cuma karena naik posisi. Justru pemimpin yang otentik dan tetap bisa jaga hubungan dengan tim adalah aset berharga dalam tim kerja mana pun.
Kuncinya? Tetap jadi diri sendiri, tapi sadar bahwa sekarang kamu punya tanggung jawab baru. Hubungan bisa tetap hangat, asal kamu tahu kapan harus ngobrol santai, dan kapan harus ambil keputusan.
Sumber:
Gallo, A. (2012). How to Manage Your Former Peers. Harvard Business Review.
Desi Fitriyani - CW Batch 4