Katanya Mau Jadi Dokter, Tapi Malah Jadi Content Writer: On My Way To Find My Career Journey

 


Ever since I was a kid, kalau ditanya  "cita-cita kamu mau jadi apa?" dengan lantang, tegas, dan percaya diri aku selalu jawab "mau jadi dokter." Nggak ngerti juga alasan pastinya apa. Yang jelas, bagi aku yang masih kecil, jadi dokter itu keren, soalnya pintar dan bisa bantu orang lain. Waktu itu, impian jadi dokter terasa makin spesifik. Aku mau jadi dokter hewan, mau bantu sembuhin kucing-kucing kesayanganku yang ada di rumah. Hahaha, sungguh anak kecil yang sok punya planning masa depan. Long story short, aku sadar. Jadi dokter atau masuk dunia kesehatan sangat jauh dari passion dan juga minatku. Aku lemah di bidang sains, perhitungan, serta bidang-bidang lain yang terkait untuk basic kedokteran. Di sisi lain, aku malah menemukan sesuatu yang aku suka dan bisa, yaitu pada bidang kebahasaan, kepenulisan, dan sosial humaniora. Sejak saat itu, aku mulai memasuki gerbang perjalanan yang sudah ku putuskan menjadi arah petualangan. Dan, mari sini, akan aku ceritakan. 

Hobi Menulis yang "Ujug-Ujug" Datang 

Aku baru sadar, ternyata ini plot twist dalam alur hidupku yang paling mengesankan. Di balik cita-cita menjadi dokter, sebenarnya aku punya mainan kesukaan sejak masih SD. Yaitu nulis-nulis. Entah itu nulis diary yang isinya super cringe, bikin puisi ala-ala untuk kartu ucapan di kado ulang tahu teman, mengarang cerpen absurd, bahkan membuat narasi biografi di binder warna-warni milik teman-temanku sebagai kenangan perpisahan sekolah. Sebagai kegiatan yang aku anggap mainan. Saat itu menulis bagiku hanyalah kesenangan. Aku nggak pernah mikir kalau di masa depan ada yang namanya kerja sebagai content writer, copywriter, bahkan script writer. 

Orang-orang sekitarku pun selalu beranggapan, "kalau cuma bisa nulis memangnya akan jadi apa." Ya...I don't even care, tho. Lagian, aku juga nggak mikir akan jadi apa-apa dari tulisan, aku hanya mau saja. Begitu pikirku di masa lalu. Namun, dengan begitu, rasa cinta dan kesenanganku pada menulis tumbuh dengan tulus. Nggak ada paksaan atau tekanan di dalamnya. Oleh karena itu, meskipun kini menjadi makanan sehari-hari sebagai pekerjaan, menulis bagiku tetap kesenangan, healing, dan kegiatan yang rasanya tuh "truly who I am."

Orang Tua Ingin Aku Jadi Guru PNS

Pas aku masuk SMA, aku ambil jurusan bahasa. Yups! Something yang saat itu lumayan berbeda daripada teman-temanku yang ambil IPA atau IPS. Di sana aku mencoba mencari sinarku. Aku antusias belajar dan menikmati prosesnya dengan senang hati. Aku merasa bahwa aku telah berada pada radarku. Guess what!! Mata Pelajaran favoritku adalah Bahasa Inggris. Impianku berubah, aku mau jadi translator, dan untuk mencapai itu, aku mau kuliah di program studi Sastra Inggris. Oke, tampak sangat mulus bukan rencana yang aku buat? Lalu, apakah kenyataannya semudah itu? TIDAK. 

Menjelang pendaftaran kuliah aku bilang ke orang tua terkait semua planning yang aku buat. Mereka mendukung, tapi, ada satu saran yang rasanya lebih seperti arahan dan harapan yang dipikulkan pada pundakku. Mereka bilang gini, "kamu kan suka Bahasa Inggris, apa nggak mendingan kamu ambil Pendidikan Bahasa Inggris, lebih jelas. Pas lulus bisa jadi guru, jadi PNS, enak hidupnya terjamin sampai pensiun." DOORR!! That's the point. Ada perbedaan pendapat dengan orang tua. Wajar, aku adalah anak tunggal, perempuan pula. Jadi aku satu-satunya harapan mereka. Aku yakin mereka menginginkan yang terbaik untuk anaknya. 

Mempertimbangkan itu, aku nggak mau jadi anak yang mengecewakan. But still, aku tetap mewujudkan mimpiku kuliah Sastra Inggris. Even though, ada sedikit "oper kemudi" di semester 5. Aku mengorbankan cita-citaku sebagai translator dan mengambil mata kuliah ELT (English Languange Teaching). Intinya, itu adalah mata kuliah profesi ngajar. Maksudku biar kalau nanti di masa depan aku tertarik jadi guru, aku sudah punya sedikit ilmu. Aku juga sudah sempat magang sebagai guru di salah satu sekolah. Turns out, aku nggak enjoy. Aku bercerita sampai nangis ke orang tua. Aku merasa mengecewakan karena aku tidak pandai mengajar, belum jadi PNS, dan belum bisa jadi apa yang mereka inginkan. Aku ingin menebus kekecewaan itu dengan caraku. 

Bertemu Dunia Pertama Bersama Tulisan

Akhirnya, aku punya langkah baru. Aku ikut beberapa kursus, short class, dan bootcamp terkait menulis serta hal-hal lain yang berkaitan dengan minatku. Benar saja, setelah baru-baru ini lulus kuliah, aku malah dapat kerjaan pertama lewat portofolio menulis. Aku intern jadi copywriter dan ambil freelance script writer saat itu. Aku bersyukur sekali, Tuhan memberi semua yang aku inginkan melalui perantara menulis. Lama-lama aku juga nekat mencoba menjadi content writer, and I think I made it too. Memang, pekerjaan yang aku ambil sangat sepele. Tidak sementereng jadi PNS yang pakai seragam sejak pagi hari. Tapi, rasanya klop sama aku. Aku memang nggak membantu banyak orang sakit seperti yang aku impikan ketika aku mau jadi dokter. Tapi, sekarang aku bisa bantu beberapa usaha kecil untuk dapat audiens dan dikenal dengan promosi lewat tulisan-tulisanku. 

Selain itu, aku juga bahagia karena bisa membagi informasi bagi khalayak lain melalui karyaku yang masih belum seberapa itu. Setiap hari aku cuma nulis artikel blog, bikin content carousel Instagram, buat copy iklan produk, bikin caption postingan, atau juga cuma buat script konten. Tapi aku sangat bersyukur dengan kenyamanan ini. Tentu, kerja di dunia kreatif seperti ini juga bukan tanpa tantangan. Apalagi hitungannya aku ini masih pemula. Akan tetapi, setiap kali ngerjain project dan mendapat feedback positif dari pembaca, klien, tim, atau dari atasan aku merasa senang. Aku bangga dan sadar bahwa ini pekerjaan yang aku pilih, serta akan aku kerjakan dengan ketulusan. 

Masih Banyak Yang Perlu Aku Pelajari 

Sampai detik ini, aku nggak pernah merasa sudah "jadi." Malah aku merasa bahwa aku baru memulai. Di dunia kreatif dan digitalisasi yang terus berkembang. Algoritma akan selalu berubah. trend-trend jadi makin baru. Alhasil, gaya bahasa perlu kreatif, penulisan harus disesuaikan, serta pemikiran kreatif juga harus terus improve. Itulah mengapa aku harus terus belajar. Belajar terkait penggunaan tools kepenulisan, pemanfaatan AI, storytelling, marketing, bahkan aku juga masih perlu belajar tentang diriku sendiri. Hal seperti itu yang membuatku betah dan tertantang. 

Dunia kepenulisan, especially yang digital based, selalu membawaku untuk menjadi versi yang lebih teliti, fleksibel dan penuh inovasi. Oleh karena itu, aku mencoba lebih banyak membaca untuk memperkaya kata dan pengetahuan. Aku juga nggak akan pernah malu minta feedback dari atasan atau rekan kerja. Saat ini aku paham, aku harus lebih baik dalam menulis. Karena tulisanku bukan hanya untuk aku sendiri, tapi juga harus ber-impact yang lebih besar. Dan seperti itulah ceritaku yang katanya mau jadi dokter, tapi malah jadi content writer. 

Pelukan untuk Kita yang Masih Sama-Sama Mencari 

Siapapun di luar sana yang sedang di fase bingung milih karir, merasa salah jurusan, takut mengecewakan orang tua, atau merasa clueless terkait segala hal. Aku mau bilang, hal itu wajar. We are in the same boat and let's hugging each other. Perlu kita sadari kalau hidup itu bukan soal langsung tahu arahnya kemana. Tapi, soal berani coba. Mungkin kami belum tahu persis mau jadi apa? Kemana arah selanjutnya? Bagaimana step berikutnya? Atau berbagai kebingungan lainnya. Namun, selama kamu terus jujur sama apa yang kamu rasakan, terus belajar, tulus menjalani, dan berani melangkah, kamu akan bertemu dengan tempatmu sendiri. 

Nggak perlu buru-buru, kamu nggak lagi lomba sama siapapun. Aku sendiri belum sampai pada tujuanku. Aku juga masih suka bingung setelah ini akan apa. Yang jelas, mencoba. Begitupun dengan kamu dan kita semua. Mari bersama-sama menjelajahi jalur kita. Karena, karir yang sesungguhnya bukan hanya terkait gaji atau kedudukan. Namun penting juga tentang kenyamanan dan ketulusan dalam menjalankan. 

Artikel bersumber dari cerita personal. 

Imelda Iza Afkarina - CW Batch 4
Senandika Community

Senandika adalah komunitas yang bergerak pada bidang personal growth khususnya self-improvement, leadership skill and career preparation. Senandika adalah kata buatan dari dua bagian yaitu "senada" dan "unik" yang memiliki makna mencerminkan pertumbuhan,keunikan dan dinamika yang berkembang. Kata "nada" menggambarkan peningkatan secara bertahap dalam kekuatan, dimana satu nada saja tidak cukup dan membutuhkan banyak nada untuk membuatnya indah. "Nada" dapat mewakili perjalanan pertumbuhan dan perkembangan pribadi yang bertahap. Sedangkan, "unik" merujuk pada sifat yang khas, istimewa atau berbeda yang dapat mewakili keunikan setiap individu dalam komunitas. Jadi, secara keseluruhan dapat diartikan sebagai perjalanan keunikan dan pertumbuhan yang menciptakan harmoni dan keindahan, sampai menghasilkan suatu karya yang memukau.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama