Pemimpin yang Baik vs Pemimpin yang Disukai: Mana yang Lebih Penting?

 


Pernah kepikiran gak, saat jadi pemimpin itu sebaiknya fokus jadi orang yang bisa diandalkan atau
jadi orang yang disukai banyak orang? Jujur aja, dua-duanya bikin dilema. Kadang kita menginginkan
tim merasa nyaman dengan mode kepemimpinan kita, tapi di sisi lain, ada tanggung jawab besar yang
harus dipenuhi. Nah, di sinilah muncul pertanyaan yang sering bikin galau: lebih penting jadi pemimpin yang baik, atau yang disukai?

Disukai Itu Nyaman, Tapi...

Kalau boleh jujur, siapa sih yang gak ingin disukai? Kita semua pasti happy kalau bisa menciptakan suasana kerja yang santai, leluasa, dan semua anggota tim bisa akrab satu sama lain. Pemimpin yang disukai biasanya punya gaya komunikasi yang santai, terbuka buat diskusi, dan nggak segan mendengarkan keluhan tim. Pokoknya, jadi temen kerja sekaligus pemimpin.

Tapi... pernah nggak, kita terlalu fokus pengen disukai, sampai akhirnya sulit buat bersikap tegas? Misalnya, saat ada anggota tim yang kurang maksimal tapi kita sungkan buat negur. Atau, saat harus ambil keputusan yang kurang diterima, tapi akhirnya ditunda terus-terusan demi jaga perasaan tim. Akhirnya apa? Kinerja jadi jalan di tempat, arah tim mulai gak jelas.

Kepercayaan tim terhadap pemimpin itu terbentuk dari integritas dan kejelasan arah. Jadi kalau kita terlalu "lembek" hanya demi disukai, bisa-bisa tim jadi ragu akan kepemimpinan kita (Helmi dan Arisudana).

Jadi Pemimpin yang Baik: Kadang Terlihat Kaku, Tapi Punya Tujuan Jelas

Nah, beda cerita kalau kita fokus jadi pemimpin yang "baik". Maksudnya di sini bukan cuma baik hati, ya, tapi punya prinsip, konsisten, dan tegas dalam membuat keputusan. Pemimpin kayak gini biasanya nggak takut buat bilang "nggak", dan tahu kapan harus bersikap tegas demi tujuan tim. 

Memang, tipe pemimpin ini nggak selalu langsung disukai. Kadang dinilai terlalu serius atau jauh dari tim. Tapi ternyata, banyak tim yang justru lebih merasa aman dan percaya kalau dipimpin oleh orang yang bisa kasih arahan jelas. 

Pemimpin yang memiliki first impression seakan "jaga jarak", tapi kalau kepemimpinannya kuat dan arahnya jelas, tim justru jadi lebih semangat dan solid. 

Emangnya Gak Bisa Dua-duany? 

Nah, ini dia poin menariknya. Banyak orang mikir kalau harus pilih salah satu: jadi pemimpin yang baik atau yang disukai. Padahal, dua-duanya bisa kok dijalani bareng-bareng, asal tetap seimbang ya. 

Kepemimpinan zaman sekarang itu butuh pendekatan yang lebih fleksibel. Kita bisa jadi orang yang hangat, terbuka, tapi tetap punya prinsip kuat. Intinya, bisa adaptif tanpa kehilangan arah. 

Contohnya, kita bisa kasih kritik yang membangun tanpa bikin orang sakit hati. Mulai dari apresiasi dulu, baru kasih masukan. Atau kita bisa tetap dekat dengan tim sambil tetap kasih batasan yang sehat. 

Pemimpin yang bisa jadi inspirasi, adil, dan punya empati lebih mudah membangun kepercayaan tim (Rafsanjani). Nah, kombinasi inilah yang bikin kita bisa jadi pemimpin yang baik sekaligus disukai. 

Gimana Cara Menyeimbangkan Keduanya? 

Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan supaya bisa tetap jadi pemimpin yang kuat sekaligus punya hubungan yang baik sama tim: 
1. Tegas Tapi Empatik
Kita bisa kok bilang "tidak" tanpa harus marah atau kasar. Misalnya, saat harus menolak ide yang kurang tepat, kita tetap bisa hargai niat baiknya sambil kasih masukan. 

2. Dengarkan Tanpa Harus Setuju 
Dengerin keluhan tim penting banget. Tapi dengerin bukan berarti kita harus mengiyakan semuanya. Kadang, cukup didengarkan aja udah bikin mereka merasa dihargai. 

3. Bersikap Adil dan Konsisten 
Jangan cuma tegas ke satu orang tapi membiarkan yang lain. Keadilan ini bikin tim percaya dan menghargai kita. 

4. Jangan Takut Jadi Diri Sendiri 
Setiap pemimpin punya gaya masing-masing. Jangan terlalu memaksakan gaya orang lain, tapi temukan cara yang paling sesuai dengan karakter kita sendiri. 

Yuk, Mulai Introspeksi 

For all senanders! yang saat ini lagi memegang peran sebagai pemimpin, di lingkungan kampus, organsiasi, atau tempat kerja. Yuk coba deh, luangkan waktu sebentar buat tanya ke diri sendiri: 
1. Selama ini lebih sering mengutamakan keinginan untuk disukai atau untuk dihormati, ya? 
2. Pernah gak sih, ragu ambil keputusan penting karena khawatir bikin tim kecewa? 
3. Kalau kasih kritik, cukup empatik dan membangun, atau malah bikin orang jadi malas berdiskusi? 
4. Apakah tim merasa nyaman untuk ngobrol terbuka, tapi tetap bisa respek sama arahan yang kita berikan? 

Jadi pemimpin itu nggak instan, kok. Justru proses jatuh bangunnya, naik turunnya, yang bakal ngebentuk kita jadi pemimpin yang utuh dan tangguh. 

Menjadi pemimpin bukan tentang membuat semua orang menyukai, karena pada dasarnya kita semua gak bisa buat semua orang suka. Tapi tentang membawa tim menuju tujuan bersama. kadang, keputusan yang kita ambil nggak akan disukai semua orang. Tapi kalau itu demi kebaikan bersama, kita harus berani melakukannya. 

Tapi bukan berarti kita harus jadi "pemimpin galak" juga, ya. Kita tetap bisa jadi pemimpin yang disukai, selama kita punya arah yang jelas, bisa dipercaya, dan terbuka dalam komunikasi. 

Akhirnya, bukan soal memilih salah satu, tapi soal belajar jadi pemimpin yang fleksibel, empatik, dan tetap punya prinsip kuat. Karena pemimpin yang ideal itu bukan yang paling disukai, tapi yang paling berdampak. 

Sumber:
Widayati, Rahardjo, & Febriyanti. (2017). Pengaruh Gaya Kepemimpinan Transformasional, Motivasi, dan Kompensasi terhadap Kinerja Karyawan. Jurnal Ekonomi, Vol. XXII No. 03. 

Rafsanjani, H. (2020). Kepemimpinan Transformasional. Universitas Muhammadiyah Surabaya. 

Helmi, A. F., & Arisudana, I. (2013). Kepemimpinan Transformasional, Kepercayaan, dan Berbagi Pengetahuan dalam Organisasi. Jurnal Psikologi, Universitas Gadjah Mada. 

Desi Fitriyani - CW Batch 4
Senandika Community

Senandika adalah komunitas yang bergerak pada bidang personal growth khususnya self-improvement, leadership skill and career preparation. Senandika adalah kata buatan dari dua bagian yaitu "senada" dan "unik" yang memiliki makna mencerminkan pertumbuhan,keunikan dan dinamika yang berkembang. Kata "nada" menggambarkan peningkatan secara bertahap dalam kekuatan, dimana satu nada saja tidak cukup dan membutuhkan banyak nada untuk membuatnya indah. "Nada" dapat mewakili perjalanan pertumbuhan dan perkembangan pribadi yang bertahap. Sedangkan, "unik" merujuk pada sifat yang khas, istimewa atau berbeda yang dapat mewakili keunikan setiap individu dalam komunitas. Jadi, secara keseluruhan dapat diartikan sebagai perjalanan keunikan dan pertumbuhan yang menciptakan harmoni dan keindahan, sampai menghasilkan suatu karya yang memukau.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama