Siapa yang pernah nggak sengaja liat video karyawan yang curhat tentang lingkungan kerjanya di aplikasi TikTok, Instagram, atau di X? Akhir-akhir ini makin sering ditemukan pekerja atau karyawan curhat di media sosial soal dunia kerjanya. Ada yang cerita tentang atasan yang susah diajak kompromi, lingkungan kerja yang bikin stres, gaji yang nggak sesuai jobdesk, sampai drama personal yang merembet ke urusan kantor.
Platform seperti TikTok, Instagram, atau X jadi semacam “panggung” buat meluapkan uneg-uneg. Tapi, nggak jarang aksi itu malah berbalik jadi bumerang, dapat teguran dari atasan, dinilai tidak profesional, bahkan bikin hubungan kerja jadi retak.
Padahal, sebagian besar hal seperti itu bisa diredam kalau kita punya kemampuan untuk mengontrol emosi. Nah, disinilah Emotional Intelligence atau kecerdasan emosional berperan penting.
Kemampuan ini nggak cuma berguna di dunia kerja, tapi juga di kehidupan sehari-hari, dari cara kita menghadapi masalah pribadi, berinteraksi sama orang baru, sampai menjaga hubungan dengan orang terdekat. Intinya, dimanapun kita berada, skill ini bisa menjadi penyelamat.
Apa Itu Emotional Intelligence?
Jadi, apa sih Emotional Intelligence itu? Emotional Intelligence (EI) atau kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk mengenali, memahami, mengelola, dan mempengaruhi emosi, baik emosi diri sendiri maupun orang lain. Menariknya, Emotional Intelligence ini mulai hits gara-gara dibahas dalam buku best-seller karya Daniel Goleman di tahun 90-an.
Kalau diibaratkan, EI itu seperti “Google Maps” buat emosi. Dia membantu menavigasikan perasaan kita, mau itu perasaan kesal, takut, senang, atau campur aduk supaya nggak nyasar ke reaksi yang salah. Dan di dunia kerja, peta ini penting banget.
Bayangin kalau kita punya deadline mepet, klien bawel, dan rekan kerja yang lagi bad mood. EI lah yang bikin kita tetap on track tanpa meledak-ledak atau ngambek nggak jelas.
Lima Dimensi Utama Emotional Intelligence
Pertama, Self-Awareness - kemampuan untuk paham sama emosi diri sendiri. Kita tau kapan lagi senang, kesal, atau cemas, dan sadar bagaimana itu memengaruhi cara kita berpikir dan bertindak.
Kedua, Self-Regulation - kemampuan untuk mengendalikan emosi negatif. Bukan berarti kita harus menekan semua perasaan, tapi kita harus tau cara mengekspresikannya tanpa bikin masalah makin runyam.
Ketiga, Motivation - dorongan dari dalam diri untuk berprestasi. Bukan cuma demi bonus atau promosi, tapi karena kita memang punya komitmen dan semangat untuk terus berkembang.
Keempat, Empathy - kemampuan membaca dan merasakan emosi orang lain. Empati bisa bikin kita lebih peka, menghargai perspektif berbeda, dan menjaga hubungan kerja tetap harmonis.
Kelima, Social Skills - Keterampilan membangun jaringan dan berkomunikasi dengan efektif. Mulai dari ngobrol santai sama rekan kerja sampai memimpin rapat penting, semuanya butuh skill ini.
Manfaat Emotional Intelligence
Manfaatnya di dunia kerja? banyak banget. Kinerja meningkat karena lebih fokus pada solusi, teamwork lebih solid berkat hubungan kerja yang nyaman, stres berkurang karena tau cara mengelola tekanan, dan peluang naik jabatan makin besar karena dinilai profesional sekaligus membawa energi positif di dalam tim.
Contohnya, EI bikin kita bisa menenangkan rekan kerja yang panik jelang deadline. Kita juga bisa memberi feedback tanpa menyinggung, atau menghadapi klien yang marah dengan kepala dingin.
Jadi Emotional Intelligence itu sepenting itu, bukan cuma pelengkap, tapi kunci buat bertahan dan berkembang di dunia kerja. Karena dibalik semua target, angka, dan deadline, ujung-ujungnya kita lagi kerja sama manusia, bukan robot.
Penutup
Dunia kerja itu bukan cuma soal siapa yang paling cepat atau paling pintar, tapi siapa yang paling bisa mengendalikan diri di tengah situasi yang rumit. Emotional Intelligence adalah “senjata rahasia” yang bikin kita tetap profesional walaupun lagi di bawah tekanan. Dengan skill ini, kita bisa membaca situasi, memahami orang lain, dan mengambil keputusan yang nggak cuma logis tapi juga bisa secara emosional.
Jadi, sebelum sibuk upgrade skill teknis, coba sempetin buat melatih EI, mulai dari mindfulness, mendengarkan aktif, sampai berani meminta feedback untuk berkembang. Karena pada akhirnya, perusahaan mungkin bisa menemukan banyak orang dengan kemampuan teknis yang sama, tapi kemampuan mengelola emosi? Itu yang bikin kamu beda.
Seperti kata pepatah,
“Orang yang menguasai orang lain itu kuat, tapi orang yang menguasai dirinya sendiri itulah orang yang benar-benar hebat.”
Sumber:
Midlage L. 2025. Emotional intelligence in the workplace: enhancing team dynamics. RIJCIAM Journal. 4(1): 17-22.
Usman KS. 2025. Emotional intelligence in the workplace: how emotional intelligence affects workplace dynamics and employee performance. IJTSRD Journal. 9(1): 647-650.
Laila Nashwa - CW Batch 5