From Friendship To Leadership: The First Experience


            Mungkin bagi beberapa orang di dunia ini, mendapatkan contoh leadership akan lebih ‘berkesan’ jika melalui suatu kelompok maupun organisasi yang bersifat struktural serta formal. Namun siapa sangka sih kalau kisahku ini sedikit berbeda dari kebanyakan orang pada umumnya. Ya, aku adalah salah satu manusia yang mempelajari kali pertama menjadi sosok leader melalui pertemanan. 

           Menjadi sosok leader itu tidak pernah ada dalam list maupun goal yang harus dicapai oleh diriku. Semua hanya bermula dari tawaran pertama kali yang aku dapatkan pada saat masa studi SMA untuk menjadi ketua kelas dan kalian tau? Yap, baru menjabat selama beberapa minggu dan kemudian aku memutuskan mengundurkan diri karena merasa ‘tidak mampu memimpin’. 

        Berkaca dari peristiwa itu, ada satu pertanyaan yang selalu menghantui benak pikiran terdalamku: “ kamu kenapa sih takut menjadi pemimpin? “.

Pertemanan Masa Pembekalan MaBa: Satu Frekuensi.  

Sebagai seorang mahasiswa baru yang sebetulnya tidak mau berkuliah pada 2021, aku cukup memposisikan diriku untuk tidak punya banyak ekspektasi. Masuk, menjadi mahasiswa, belajar ilmu psikologi, lulus dan kerja, hanya seperti itu perencanaannya. 

Lalu, saat menjalani pembekalan mahasiswa baru yang dilaksanakan hybrid dikarenakan masa pandemi Covid-19, aku jadi mengenal beberapa teman baru. Awalnya hanya untuk menambah relasi dan ngobrol seputar perkuliahan. 

Ternyata seiring berjalannya waktu, kok jodoh aja gitu sama mereka? Rasanya satu frekuensi baik dalam kelas maupun ketika di luar perkuliahan. Jadi, kami ber-enam (sudah termasuk aku) memutuskan yang kira-kira kalau dilisankan itu begini “ oke, ayo kita temenan selama mungkin yang kita bisa “. 


Pertemanan Masa Kuliah: Tugas Kelompok? Ajang Belajar Jadi Little Leader. 

Sepertinya bagi setiap mahasiswa yang berkuliah, tentu selalu ada momen dimana semua terasa baru dan jadi agak takut membuat kesalahan. Padahal namanya juga proses belajar yang kalau dari awal udah expert itu namanya no process. Ya, kurang lebih selama setahun pertama sangat kewalahan karena banyak hal baru dipelajari, tapi satu hal yang aku syukuri nih: ternyata tipe teman-teman dekatku ini sudah terlihat calon bibit unggul para leadersnya. 

Kenapa? Karena kami memutuskan untuk membuat jadwal berganti leader pada setiap tugas kelompok di beberapa mata kuliah. Jadi setiap orang mendapatkan jatah untuk belajar gimana sih bagi tugas supaya suatu tugas kelompok hasilnya bagus. Selain itu jadi belajar gimana sih handle beberapa orang dengan pendapat yang beda-beda supaya bisa tetap menghasilkan satu keputusan terbaik demi kepentingan bersama. 

Tidak terasa 3 tahun selama menerapkan budaya seperti itu dalam pertemanan, kami perlahan mampu memiliki skill dasar sebagai pemimpin. Beberapa dari kami termasuk diriku sendiri akhirnya memutuskan untuk belajar selalu mengambil kesempatan menjalankan amanah menjadi pemimpin dalam berbagai organisasi/kepanitiaan/komunitas.

Pertemanan Selama & Pasca Skripsi: Dari 2021 eh Keterusan sampai 2025. 

Kini, satu per satu dari kami ber-enam mulai memasuki babak baru. Tiga orang sudah menyandang gelar sarjana psikologi, sedangkan tiga orang tersisa termasuk diriku sedang berjuang menyelesaikan studi.

Beberapa waktu lalu pada pertengahan bulan april ini, kami menyempatkan diri berkumpul untuk hangout setelah sekian lama sibuk dengan dunia masing-masing. Kami saling tukar cerita dan sampai pada satu kesimpulan bahwa skill leadership yang kami dapatkan dari pertemanan ini ternyata membantu diri sendiri pada masa ini.

Skill leadership tentang problem solving banyak membantu diri kami untuk secara mandiri aktif mencari solusi terbaik atas permasalahan pribadi. Terutama beberapa waktu terakhir selama masa pengerjaan skripsi dengan kapasitas beban yang berbeda, cukup jarang bertemu maupun saling bertukar cerita. 

Problem solving membantuku untuk berpikir secara sistematis saat menghadapi permasalahan. Dimulai dari mengetahui permasalahan secara detail untuk melihat akar permasalahan, melakukan pencarian referensi solusi sebelum akhirnya menyusun list rencana solusi akhir dari permasalahan.

            Intinya, leadership adalah proses seumur hidup yang tidak bisa dihindari karena paling tidak sebagai seorang manusia independen pun tetap membutuhkan beberapa skill leadership. Berikut review kecilnya: belajar menyatukan pendapat dan problem solving. Coba renungkan deh kalau dua kemampuan itu tidak kamu asah secara perlahan, bagaimana kamu juga akan mengarahkan dirimu sendiri untuk berkembang sebagai seorang manusia?. So, jangan pernah say no untuk setiap kesempatan memimpin yah 


Artikel bersumber dari cerita personal. Gabriella - CW Batch 4
Senandika Community

Senandika adalah komunitas yang bergerak pada bidang personal growth khususnya self-improvement, leadership skill and career preparation. Senandika adalah kata buatan dari dua bagian yaitu "senada" dan "unik" yang memiliki makna mencerminkan pertumbuhan,keunikan dan dinamika yang berkembang. Kata "nada" menggambarkan peningkatan secara bertahap dalam kekuatan, dimana satu nada saja tidak cukup dan membutuhkan banyak nada untuk membuatnya indah. "Nada" dapat mewakili perjalanan pertumbuhan dan perkembangan pribadi yang bertahap. Sedangkan, "unik" merujuk pada sifat yang khas, istimewa atau berbeda yang dapat mewakili keunikan setiap individu dalam komunitas. Jadi, secara keseluruhan dapat diartikan sebagai perjalanan keunikan dan pertumbuhan yang menciptakan harmoni dan keindahan, sampai menghasilkan suatu karya yang memukau.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama